Belajar Mengenal Kerajaan-kerajaan di Indonesia Pada Masa Lalu
Kerajaan Kutai
Kerajaan yang berdiri sejak abad ke-4 itu melalui berbagai
musim dan rintangan dalam mempertahankan kerajaan, tentu saja dilaukannya
pergantian raja di interen kerajaan cukup membuat masalah tersendiri.Selama
bertahun bahkan berabad lamanya masa kejayaan Kutai Martapura mencatat
kesuksesan raja-rajanya dalam memimpin kerajaan. Catatan tersebut didapat dari
yupa yang masih utuh.Pada yupa yang tersebar tersebut tidak ada yang mencatat secara
detail mengenai kelahiran hingga kematian tokoh mereka. namun, pada yupa
tersebut dicatat bagaimana masa kepemimpinan mereka dari awal hingga
akhir.Tercatat seorang raja yang cukup terkenal di Kerajaan Kutai Martapura
bernama Raja Mulawarman.Nama yang mengandung begitu kental unsur India ini
merupakan anak dari Raja Aswawarman serta cucu dari Raja Kudungga yang dikenal
sebagai raja pertama dan pendiri Kerajaan Kutai Martapura ini. Berikut adalah
raja-raja yang memerintah Kerajaan Kutai :
Dalam
salah satu yupa menyatakan bahwa Maharaja Kudungga mempuyai seorang putra
bernama Aswawarman yang disamakan dengan Ansuman (Dewa Matahari). Aswawarman
mempunyai tiga orang putra, yang paling terkenal adalah Mulawarman. Dalam
prasasti Yupa disebutkan bahwa Raja Aswawarman adalah seorang raja yang cakp
dan kuat. Pada masa pemerintahannya wilayah kekuasaan Kutai diperluas. Buktinya
dengan adanya pelaksanaan upacara Aswawedha. Upacara ini bertujuan untuk
mengetahui luas kekuasaan melalui pelepasan kuda, semakin jauh telapak kuda
yang ditemukan maka semakin luas wilayah kekuasaannya. Raja Aswawarman dianggap
sebagai pendiri keluarga raja atau wangsakarta.
2. Raja Kudungga
Raja Kudungga adalah raja pertama Kerajaan Kutai. Menurut
analisis Prof. Dr. Purbacaraka. Kudungga adalah nama asli Indonesia. Kedudukan
raja Kudungga pada awalnya adalah seorang kepala suku, tetapi dengan masuknya
pengaruh Hindu ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan
mengangkat dirinya menjadi raja.
3. Raja
Mulawarman
Raja
Mulawarman adalah raja terbesar Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahan
Mulawarman, Kutai mengalami masa gemilang, rakyat hidup tenteram dan sejahtera.
Mulawarman pernah menyedekahkan 20.000 ekor lembu kepada para brahmana. Untuk
memperingati kejadian tersebut para brahmana mencatatnya dalam Prasasti Yupa.
Kerajaan
Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara adalah salah
satu kerajaan tertua di Indonesia (kedua setelah Kerajaan Kutai) dan kerajaan
tertua di Jawa Barat (sunda) yang meninggalkan catatan sejarah. Tarumanegara
berkuasa dari abad ke 4 sampai abad ke 7 Masehi. Dari catatan sejarah dan
artefak yang ditinggalkan. Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan yang beralirkan
Hindu.
Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman
pada tahun 358 M (naskah wangsakerta). Kerajaan Tarumanegara merupakan
kelanjutan dari kerajaan Salakanegara (130-362 M). Pada saat berdirinya
kerajaan Tarumanegara,ibukota kerajaan berpindah dari Rajatapura (ibukota
Salakanegara) ke Tarumanegara. Salakanegara menjadi kerajaan daerah. Berikut
adalah raja-raja yang pernah memerintah :
1. Raja Jayasingawarman
Jayasingawarman adalah pendiri
Kerajaan Tarumanagara yang memerintah antara 358 – 382. Ia adalah seorang
maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya
diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada. Ia adalah
menantu Raja Dewawarman VIII dan dipusarakan di tepi kali Gomati (Bekasi).
Pada masa kekuasaannya, pusat
pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara. RAJATAPURA atau
SALAKANEGARA (kota Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150,
terletak di daerah Teluk Lada, Pandeglang. Kota ini sampai tahun 362 menjadi
pusat pemerintahan raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
2. Raja Purnawarman
Purnawarman
(Purnavarmman) adalah raja yang tertera pada beberapa prasasti pada abad V. Ia menjadi raja di Kerajaan
Tarumanagara. Ia mengidentifikasikan dirinya dengan Wisnu.
Di Naskah Wangsakerta, Purnawarman
adalah raja ketiga Kerajaan Tarumanagara yang memerintah antara 395 – 434. Ia
membangun ibu kota kerajaan baru dalam tahun 397 yang terletak lebih dekat ke
pantai dan dinamainya "Sundapura". Nama Sunda mulai digunakan oleh
Maharaja Purnawarman dalam tahun 397 untuk menyebut ibu kota kerajaan yang
didirikannya. Di naskah Wangsakerta juga disebutkan bahwa di bawah kekuasaan
Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau
Rajatapura (di daerah Teluk Lada, Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang
Purbalingga) di Jawa Tengah. [1] Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes)
memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.
3. Raja Suryawarman
Suryawarman (meninggal 561) ialah
raja Kerajaan Tarumanagara yang ketujuh. Setelah ayahnya Candrawarman yang
meninggal pada tahun 535 dan memerintah selama 26 tahun antara tahun-tahun 535
- 561.
Suryawarman tidak hanya melanjutkan
kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja
daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan
perhatiannya ke daerah bagian timur. Pada tahun 526 M, misalnya, Manikmaya,
menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara
Bandung dan Limbangan, Garut.
Putera tokoh Manikmaya ini tinggal
bersama kakeknya di Ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan
Perang Tarumanagara.
Perkembangan daerah timur menjadi
lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh pada tahun
612 M.
Kerajaan Sriwijaya
Sejarah Kerajaan
Sriwijaya semakin terkenal hingga generasi sekarang karena masa kejayaannya
yang sangat luar biasa pada abad sekitar 9 sampai dengan 10 Masehi. Pada masa
itu, Kerajaan Sriwijaya diketahui menguasai jalur perdagangan melalui laut atau
maritim di wilayah Asia Tenggara. Dalam dunia maritim, Sriwijaya telah berhasil
melakukan kolonisasi dengan hampir semua kerajaan-kerajaan besar yang ada di
Asia Tenggara. Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya sudah menyentuh tanah Sumatera,
Semenanjung Malaya, Jawa, Thailand, Vietnam, Filipina hingga Kamboja. Kekuasaan
kerajaan Sriwijaya tersebut meliputi pengendalian rute kegiatan perdagangan
lokal dan rempah. Dimana mereka mengenakan bea cukai terhadap semua kapal yang
lewat. Tak hanya mengumpulkan kekayaan dari maritim, Kerajaan Sriwijaya juga mengumpulkan kekayaan melalui
gudang perdagangan untuk pasar India dan Tiongkok.
Sejarah Kerajaan Sriwijaya sendiri tidak banyak yang menerangkan kapan sebenarnya
kerajaan ini berdiri. Pasalnya bukti tertua justru berasal dari Cina. Dimana
pada tahun 682 M, ada seorang pendeta asal Tiongkok bernama I-Tsingingin
mendalami agama Budha di wilayah India, lalu singgah untuk mempelajari bahasa
Sansekerta di Sriwijaya selama bulan. Pada saat itu, tercatat pula bahwa
kerajaan Sriwijaya dikuasai oleh Dapunta Hyang. Disamping berita dari Cina,
bukti keberadaan Sriwijaya juga tertulis dalam beberapa prasasti. Salah satunya
adalah Prasasti di Palembang yakni prasasti Kedukan Bukit (605S/683M). Dalam
prasasti tersebut, diketahui bahwa Dapunta Hyang telah melakukan ekspansi
selama 8 hari dengan mengikutsertakan 20.000 tentara dan berhasil menguasai dan
menaklukan beberapa daerah. Mulai dari kemenangan tersebut, kerajaan Sriwijaya
semakin makmur dan sejahtera. Jika melihat bukti dari Cina dan prasasti di
Palembang tersebut, para ahli menyimpulkan bahwa raja pertama Kerajaan
Sriwijaya adalah Dapunta Hyang, dan kerajaan ini mulai berdiri sekitar abad
ke-7. Berikut adalah raja-raja yang memerintah Kerajaan Sriwijaya :
1.
Raja Dapunta Hyang
Dapunta Hyang Sri Jayanasa adalah maharaja Sriwijaya pertama
yang dianggap sebagai pendiri Kadatuan Sriwijaya.
Namanya disebut dalam beberapa
prasasti awal Sriwijaya dari akhir abad VII yang disebut sebagai
"prasasti-prasasti Siddhayatra", karena menceritakan perjalanan
sucinya mengalap berkah dan menaklukkan wilayah-wilayah di sekitarnya. Ia
berkuasa sekitar perempat terakhir abad VII hingga awal abad VIII, tepatnya
antara kurun 671 masehi hingga 702 masehi.
2.
Raja Balaputradewa
Bala Putra Dewa, seorang raja yang mampu
mengantarkan sriwijaya pada masa keemasan. Meskipun kerajaan maritim
tersebut hampir hancur karena perang saudara dalam merebutkan kekuasanan namun
keberlangsungan kerajaan sriwijaya tetap tumbuh dengan berpindahnya Bala
Putra Dewa ke Sumatera. Di Pulau Suamatera tepatnya Swarnadwipa Bala
Putra Dewa kembali membangun Sriwijaya dengan sisa-sisa kekuatannya pada abad
IX. Salah satu bukti keberhasilan Bala Putra Dewa dalam membangun kembali
kerajaan sriwijaya adalah dengan ditemukannya prasasti Nalanda di India. Hal
ini membuktikan bahwa kerajaan sriwijaya merupakan kerajaan yang sangat kaya dengan
raja-nya Bala Putra Dewa serta memiliki hubungan baik dengan kerajaan di India
sekaligus menggambarkan kejayaan kerajaan sriwijayapada masa
kepemimpinan Bala Putra Dewa.
Selain kerjasama dengan kerajaan di
India Bala Putra Dewa juga sering mengirim utusan kepada kerajaan lain, salah
satu yang tertulis dalam sumber sejarah yakni kerajaan di China pada
pertengahan tahun 853. Sejarah perjalanan sriwijaya dibawah kepemimpinan Bala
Putra Dewa kian hari kian menjadi. Kekuatan serta kecerdasan dalam membangun
hubungan dengan kerajaan lain membuat kerajaan ini mampu menguasai kerajaan-kerajaan
lain di wilayah Sumatera.
Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh
berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat Kerajaan Aceh tidak
dapat terlepas dari letak kerajaan Aceh yang strategis, yaitu di pulau Sumatera
bagian utara dan dekat jalur pelayar dan perdagangan internasioanal pada saat
itu. Ramainya aktivitas pelayaran dan perdagangan melalui Bandar perdagangan
kerajaan Aceh mempengaruhi perkembangan kehidupan kerajaan Aceh dalam segala
bidang. Seperti di bidang politik, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan. Kerajaan Aceh yang terletak di ujung barat pulau Sumatera
pernah diperintah oleh raja-raja berikut ini:
1. Sultan Ali Mughayat Syah
Ali Mughayat Syah adalah raja
pertama kerajaan Aceh. Ia memerintah dari tahun 1514-1528 M. dibawah
kekuasaannya Kerajaan Aceh melakukan perluasan ke beberapa daerah yang berada
di wilayah Sumatera Utara, seperti di daerah Daya dan Pasai. Bahkan ia
mengadakan serangan terhadap kedudukan Portugis di Malaka serta menyerang
kerajaan Aru.
2. Sultan Salahudin
Setelah Sultan Ali Mughayat Syah
meninggal, pemerintahan dilanjutkan oleh putranya yang bernama Sultan
Salahudin. Ia memerintah dari tahun 1528-1537 M. selama berkuasa, Sultan
Salahudin kurang memperhatikan kerajaannya. Akibatnya, kerajaaan mulai goyah
dan mengalami kemunduran oleh sebab itu pada tahun 1537 M sultan Salahudin
digantikan saudaranya yang bernama Sultan Alaudin Riayat Syah.
3. Sultan Alaudin Riayat Syah
Sultan Alaudin Riayat Syah
memerintah Aceh sejak tahun 1537-1568 M. dibawah pemerintahannya Aceh
berkembang menjadi Bandar utama di Asia bagi pedagang Muslim mancanegara. Sejak
Malaka direbut Portugis, mereka menghindari selat Malaka dan beralih menyusuri
pesisir Barat Sumatera, ke selat Sunda, lalu terus ke timur Indonesia atau
langsung ke Cina. Kedudukan strategis Aceh menjadikan sevagai Bandar transit
lada dari Sumatera dan rempah-rempah dari Maluku. Kedudukan itu bukan tanpa
hambatan. Aceh harus menghadapi rongrongan Portugis. Guna memenangkan
persaingan, Aceh membangun angkatan laut yang kuat. Kerajaan itupun membina
hubungan diplomatic dengan turki ottoman yang dianggap memegang kedaulatan
Islam tertinggi waktu itu.
Pemerintahan Sultan Iskandar Muda
menandai puncak kejayaan kerajaan Aceh. Ia naik tahta pada awal abad ke-17
menggantikan Sultan Alaudin Riayat Syah. Untuk memperkuat kedudukan Aceh
sebagai pusat perdagangan Ia memelopori sejumlah tindakan sebagai berikut.:
1. Sultan Iskandar
Muda merebut sejumlah pelabuhan penting di pesisir barat dan timur
Sumatera, serta pesisir barat semenanjung melayu. Misalnya Aceh sempat
menaklukan Johor dan Paahang
2. Sultan Iskandar
Muda menyerang kedudukan Portugis di Malaka dan kapal-kapalnya yang melalui
selat Malaka. Aceh sempat memenangkan perang melawan armada Portugis di sekitar
pulau Bintan pada tahun 1614.
3. Sultan Iskandar
Muda bekerjasama dengan Inggris dan Belanda untuk memperlemah pengaruh
Portugis. Iskandar Muda mengizinkan persekutuan dagang kedua di negara itu
untuk membuka kantornya di Aceh.
5. Sultan Iskandar Thani
Berbeda dengan pendahulunya, Sultan
Iskandar Thani lebih memperhatikan pembangunan dalam negeri dari pada politik
ekspansi. Oleh sebab itu, meskipun hanya memerintah selama 4 tahun, Aceh
mengalami suasana damai. Hukum yang berdasarkan syariat Islam ditegakkan,
bukannya kekuasaan yang sewenang-wenang. Hubungan dengan wilayah taklukkan
dijalan dengan suasana liberal, bukan tekanan politik atau militer.
Masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani juga ditandai oleh perhatian terhadap studi agama Islam. Berkembangnya studi Agama Islam turut didukung oleh Nuruddin Arraniri, seorang ulama besar dari Gujarat yang menulis buku sejarah Aceh yang berjudul Bustanu’s Salatin. Sepeninggalan Iskandar Thani, Aceh mengalami kemunduran. Aceh tidak mampu berbuat banyak saat sejumlah wilayah taklukan melepaskan diri. Kerajaan itupun tidak mampu lagi berperan sebagai pusat perdagangan. Meskipun demikian, kerajaan Aceh tetap berlanjut sampai memasuki abad ke-20.
Masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani juga ditandai oleh perhatian terhadap studi agama Islam. Berkembangnya studi Agama Islam turut didukung oleh Nuruddin Arraniri, seorang ulama besar dari Gujarat yang menulis buku sejarah Aceh yang berjudul Bustanu’s Salatin. Sepeninggalan Iskandar Thani, Aceh mengalami kemunduran. Aceh tidak mampu berbuat banyak saat sejumlah wilayah taklukan melepaskan diri. Kerajaan itupun tidak mampu lagi berperan sebagai pusat perdagangan. Meskipun demikian, kerajaan Aceh tetap berlanjut sampai memasuki abad ke-20.
Karena letaknya di jalur lalu lintas
pelayaran dan perdagangan selat Malaka, kerjaan Aceh menitik beratkan
perekonomiannnya pada bidang perdagangan. Dibawah pemerintahan sultan alaudin
riayat syah, Aceh berkembang menjadi Bandar utama di Asia bagi para pedagang
mancanegara, buakan hanya bangsa Inggris dan Belanda yang berdagang di
pelabuhan Aceh, melainkan juga bangsa asing lain seperti arab, Persia, turki,
india, syam, cina, dan jepang.
Barang yang diperdagangkan dari
Aceh, antara lain lada, beras, timah, emas, perak, dan rempah-rempah (dari
Maluku). Orang yang berasal dari mancanegara (impor), antara lain dari
Koromandel (India), Porselin dan sutera (Jepang dan Cina), dan minyak wangi
dari (Eropa dan Timur Tengah). Selain itu, kapal pedagang Aceh aktif dalam
melakukan perdagangan sampai ke laut merah.
.
0 Response to "Belajar Mengenal Kerajaan-kerajaan di Indonesia Pada Masa Lalu"
Post a Comment